Senin, 15 Juni 2009

"ReaLitY sHow"

Apa Benar Reality Show Tidak Ada Dampak Negatifnya?

Jika Anda melihat tayangan reality show yang bersegmen orang-orang
tidak mampu, apakah anda merasa terhibur? Mungkin. Tapi yang jelas
anda pasti akan turut larut dalam kesedihan dan keprihatinan. Tapi
coba anda tanyakan pada orang-orang yang kelasnya sama dengan orang
beruntung yang menjadi target acara itu, anda pasti mendapat jawaban
yang sangat beragam. Bahkan anda akan mendapatkan jawaban yang
mungkin tidak pernah anda pikirkan.
Mereka ada yang menjawab "Tidak mungkin ada orang sebaik itu", "Lha
wong saya ini lebih susah dari orang itu loh, kok dia yang beruntung
dapat bantuan itu". Itu salah satu contoh jawaban dari mereka yang
kurang beruntung tidak dilibatkan dalam acara reality show itu.
Singkat kata, ternyata acara tersebut juga memunculkan perasaan iri
hati sesama orang susah.
Secara langsung, reality show semacam itu memang menolong sisi
ekonomi orang-orang susah itu. Tapi apakah benar pasca mendapat
keberuntungan itu, orang-orang yang tertolong itu tidak mendapat
masalah dalam bentuk lain? Kekurangan dari PH yang mengadakan acara
itu adalah tidak melakukan kontrol atau pengawasan target pasca
tayangan.
Ini beberapa contoh permasalahan baru yang ditimbulkan pasca reality
show sociality itu. Di daerah Tangerang, salah satu target reality
show (sebut saja namanya Mr X) awalnya senang dapat membeli barang-
barang yang mungkin hampir tidak dapat dia beli seumur hidupnya. Tapi
belum lama berselang, dia hampir mendapat penganiayaan seorang dept
collector seorang rentenir.
Rentenir itu tidak tahu kalau Mr X mendapat keberuntungan dalam acara
reality show, yang dia tahu, di rumah Mr X terdapat barang-barang
berharga. Si rentenir merasa tersinggung dan curiga bahwa Mr X
melupakan hutang-hutangnya, malah memberi barang-barang mewah.
Setelah diberi penjelasan, bukannya mengerti, malah dia menyita
barang-barang tersebut. dan sekarang Mr X hanya bisa gigit jari
melihat barang-barang itu hanya numpang lewat saja di rumahnya.
Lain lagi informasi dari rekan saya dari Jakarta Timur. Sebut saja
Mrs Z, dia adalah seorang pedagang perancangan yang mana dia mengaku
belum pernah di tangannya memegang uang sebesar 10 juta. Dan akhirnya
Mrs Z merasakannya juga berkat salah satu tayangan reality show.
Seperti halnya Mr X, Mrs Z juga hanya merasakan bahagia yang sesaat
setelah mendapatkan keberuntungan itu. Pasalnya dia mempunyai suami
yang kelakuannya "kurang menyenangkan". Suami Mrs Z dikenal
pengangguran, parahnya, dia juga suka berjudi. Melihat istrinya
mendapat barang-barang yang totalnya senilai 10 juta, dialah orang
yang paling bahagia. Bisa ditebak kan? Dia serasa mendapat modal
segar untuk melanjutkan kebiasaan buruknya. Sedangkan Mrs Z, semakin
terpuruk mendapati suaminya yang semakin menjadi-jadi.
Dari contoh kasus itu membuktikan bahwa ada beberapa orang susah yang
tidak tahu diri dengan keadaannya. Mengalami peristiwa semacam itu
bukannya pikirannya terbuka, malah memanfaatkannya dan semakin
bermalas-malasan., meskipun itu oknum orang-orang sekitar target
reality show.
Tayangan-tayangan reality show yang mengekspose sisi ekonomi kalangan
bawah ini memang terbukti medapat kesuksesan. Hal itu terbukti
semakin marak tayangan-tayangan serupa meski ada beberapa yang
terlihat memaksakan temanya, tapi tetap saja berhasil. Meski tayangan
semacam ini merupakan hanya hiburan saja, seharusnya tetap harus ada
etikanya.
Semisalnya salah satu tayangan yang bertemakan berharap pertolongan
orang lain itu. Seharusnya, orang-orang yang menolak menolong itu
wajahnya harus disamarkan. Karena selain mengganggu privasi orang,
hal itu juga merupakan pencemaran nama baik dengan mengekspose orang
yang tidak bersedia menolong. Hal itu menunjukkan ketidak baikan hati
seseorang. Padahal, orang menolak membantu pasti punya alasan sendiri.
Mungkin Anda pernah menemui seseorang yang meminta tolong yang
nadanya sama persis dengan yang ada di tayangan. Ternyata tayangan-
tayangan reality show macam itu menginspirasi seseorang untuk
mendapatkan hasil. Sudah tentu banyak yang terpengaruh dengan acara
macam itu, hingga ketika di jalan dia menemui seseorang yang minta
tolong, tidak ragu-ragu menolongnya dengan berharap semoga si peminta
tolong ini adalah kiriman tayangan reality show. Dan ternyata bukan,
akhirnya, hal itu membuat orang menolong bukan karena keikhlasan,
melainkan berharap pamrih.
Permasalahan sebenarnya adalah para produsen-produsen tayangan
reality show dari dulu sampai sekarang hanya mementingkan ratting dan
omzet semata. Tayangan-tayangan tersebut seakan tidak memikirkan
akibat, aturan dan kurang bertanggung jawab pasca tayangan. Khususnya
tanggung jawab moral.
Lihat saja reality show seperti Paranoid yang dulu hampir membuat
celaka orang. Dengan tidak berprikemanusiaan, jiwa seseorang
dipermainkan sedemikian rupa. Play Boy Kabel, dengan sengaja menjebak
seorang pria dengan mengirim wanita murahan sebagai penggoda, dan
akibatnya, hubungan asmara seseorang harus bubar hanya karena masalah
yang direkayasa. H2C, sudah jelas-jelas sebuah tindakan kriminal yang
serius. Menguntit dan menjebak seseorang.
Tapi ada satu hal yang luput dari perhatian para PH tersebut. bisa
jadi merekalah yang dimanfaatkan para targetnya demi mendapatkan
hadiahnya. Jelasnya, para target itu hanya bersandiwara, kasarnya,
tayangan itu ditipu. Seperti Katakan Cinta, sebenarnya banyak yang
hanya dibuat-buat. Bedah Rumah, kerja sama target dengan pelapor yang
menghubungi pengada acara berbuah bagi hasil apa yang diberikan
tayangan pada mereka. Lumayan, dapat hadiah, masuk TV lagi.
Sama halnya saat awal marak-maraknya Infotainment yang mana para
peliputnya dianggap melanggar privasi kehidupan selebritis dengan
begitu brutalnya hingga menimbulkan kejadian-kejadian memalukan
seperti acaman tembakan dari salah seorang artis. Tapi akhirnya para
Infotainment itu pun perlu dibuatkan peraturan untuk mengatur etika
peliputannya.
Sepertinya tayangan reality show pun juga perlu dibuatkan aturan-
aturan serupa agar ide-ide "gila" itu tidak keluar jalur yang
akhirnya merugikan salah satu pihak hanya demi kepentingan ratting
dan materi semata. Kalau boleh memberi motto untuk reality show, saya
mengusulkan
"HATI NURANI MEMERLUKAN HATI NURANI JUGA".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar