Minggu, 14 Juni 2009

"Proses Film Dokumenter"

  • Menentukan Tema
  • Melakukan Riset
  • Menetapkan Tesis
  • Membuat treatment
  • Pengambilan gambar
  • Seleksi gambar
  • Hasil Editing
  • Editing online
  • Mixing

"Film Dokumenter Produksi SFd Juara III Kompetisi Film Air dan Manusia"

MEDAN - Setelah beberapa kali hanya masuk nominasi pada sejumlah festival, akhirnya film produksi pertama SoI File documentary (SFd) di tahun 2008 berjudul ’BAdAI’ (Berharap Air di Atas Air) berhasil merebut posisi III pada Kompetisi Film Dokumenter bertema Air dan Manusia. Film yang mengambil setting di Dusun Pematang Sentang Desa Pantai Cermin, Tanjung Pura Kabupaten Langkat, ini diproduseri dan disutradarai Onny Kresnawan.

Kabar gembira bagi komunitas film maker Sumatera Utara ini disampaikan panitia, Sabtu (29/3) di Gedung Centre Culture France (Pusat Kebudayaan Prancis), Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, sebagai seleksi akhir dari 42 peserta yang terlibat. Festival ini diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia (FORKAMI) dengan didukung oleh Water and Sanitation Network (Water), Thames PAM Jaya (TPJ), Environmental Service Program – United States Agency for International Development (ESP-USAID), dan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).

Dua film lain yang berada di urutan I dan II, yakni ’Punggung Berkeringat’ di Tanah Retak (Ngobrok dengan Mbok Giyem) karya Toha Nuson Haji dari Mata Bunga Institut asal Solo, Jawa Tengah dan film ’Sang Pawang Air’ karya Bowo Leksono dari Cinema Lovers Community.

“Ini sebuah penghargaan luar biasa yang saya pikir bukan hanya untuk saya pribadi atau bagi SFd, tapi juga bagi semua filmmaker dan masyarakat yang berkecimpung di dunia film documentary. Ini adalah ruang kebangkitan bagi sineas documenter,” ujar sutradara yang merangkap produser film ’BAdAI’, Onny Kresnawan, di Medan, Minggu (30/3). Onny dibantu kameramen Ridhogolap dan Roni S Bintang, Eksekutif Pruduser Oka Zulkarnain serta sejumlah tim kreatif di antaranya Rani Simanungkalit dan Julyono.
Onny mengatakan, film berdurasi 14.6 menit tersebut adalah gambaran riil dimana masyarakat Indonesia masih butuh perhatian soal akses air bersih.

“SFd hanya berusaha menyajikan fakta betapa minimnya akses air bersih yang selama ini diterima masyarakat Sumatera Utara. Khusunya masyarakat yang bermukim di Dusun Pematang Sentang Desa Pantai Cermin, Tanjung Pura Kabupaten Langkat,“ kata Onny.
Kondisi inilah yang kemudian memaksa lebih dari 7 ratus kepala keluarga yang bermukim di Desa Pantai Cermin untuk memanfaatkan air Sungai Batang Serangan sebagai satu-satunya sumber air untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari, di samping air hujan yang mereka tampung. Sementara kondisi air sungai sudah tercemar limbah industri yang berada di sepanjang aliran sungai tersebut.

“Dari film Badai juga terungkap kalau selama ini tingkat penderita penyakit berbasis lingkungan seperti hal diare, menempati posisi tertinggi di daerah tersebut. Bahkan jenis penyakit ini telah berulangkali mengakibatkan kematian yang umumnya melanda balita,” ungkap Onny.

Onny menambahkan, fakta kematian balita akibat minimnya akses air bersih ini coba digambarkan dalam cerita yang dikisahkan langsung oleh Wagiyem, bagaimana cucunya yang baru berusia 25 hari meninggal, setelah di kulitnya ditemukan bentol-bentol merah yang diduga kuat timbul akibat minimnya kualitas air yang dipergunakan masyarakat. Sedangkan pasangan orang tua bayi, Khalif dan Ayu Lestari, pada saat proses produksi film ini dikerjakan belum mampu berkata-kata. Kalangan keluarga hanya dapat menyesali kematian putera sulung mereka tersebut.

Pada November 2007, film dokumenter berjudul "Pantang di Jaring Halus (PdJH)" yang juga produksi SFd masuk 15 besar festival Film Dokumenter Nasional pada Komunitas Film Independen (Konfiden) Jakarta November 2007. Tiga tahun sebelumnya, atau pada tahun 2004, film karya Onny berjudul "Goresan Anak Pemulung" masuk nominasi pada Festival Film Dokumenter (FFD) Yogyakarta.

Berikut ini beberapa produksi SFd di tahun 2007; Kinter (Bencana Alam di Langkat), Anjing Hitam di Sopokomil (Pertambangan di Dairi), Lembah Surga 2 Desa (Ekologi Wisata), Cair (Lingkungan Hidup), Menapak Tahura Menjemput Asa (Konservasi Alam), Cakap-cakap Orang Sumut versi Independen (Sosial Politik), Alam Menangis Warga Menggugat (Ketika Banjir Melanda Lembah Sibayak), Pantang di Jaring Halus (Sosial budaya dan lingkungan hidup).

Saat ini SFd juga tengah memproduksi film dokumenter program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Luwes. Proses penggarapan film ini memakan waktu 9 bulan dan direncanakan selesai September 2008. Film merupakan kerjasama SFd dan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakayatan (IBEKA) Jakarta.

Tips N Trik ^_*

Bagaimana Menjadi Seorang Sutradara ?

Gak ada kata yang pas menjawab pertanyaan di atas. Paling gampang untuk menjadi seorang sutradara adalah: ambil kamera (baca: camcorder), and starting to direct!. Yuhuu.., you're a director!.. kamu sudah jadi sutradara�.
Apa segampang itu?. Ya! Kalau maunya cuma segitu. Tapi maksud kamu pasti bukan yang sederhana seperti itu. Ya kan?. Maka judul diatas mari kita ganti menjadi Bagaimana Menjadi Sutradara Profesional atau "how do I become a professional, paid film director ?".

APA SEBENARNYA YANG DILAKUKAN SEORANG SUTRADARA?

Banyak orang gak tau apa sebenarnya yang dilakukan seorang sutradara film. Tapi kalau kita harus strictly to the point, maka seorang sutradara adalah orang yang bertanggung jawab atas layaknya sebuah film untuk dilihat, layaknya suara-suara yang diperdengarkan dan layaknya aktor memerankan adegan.

Seorang sutradara adalah orang yang selalu berada di lokasi set. Dialah yang berperan penting dalam hampir semua aspek pembuatan film. Mulai dari menyetujui model kostum yang dipakai, audisi para pemeran (casting), menentukan sudut pengambilan gambar (camera angle), menciptakan nuansa dan atmosfir adegan, menentukan gaya penampilan pemeran, dan segala macam kreatifitas-kreatifitas yang harus ditampilkan oleh sebuah film. Tapi ini bukan berarti bahwa seorang sutradara mengerjakannya sendiri. Dia harus bisa memimpin sebuah departemen produksi untuk bersama-sama melakukannya, seperti kameraman, petugas lighting, juru rias, petugas dekor, dll.

Seorang sutradara professional harus bisa membuat ide-ide kreatif bersama seluruh pimpinan produksi. Mereka harus berkolaborasi!. Mengapa? Karena masing-masing pimpinan produksi pastilah memiliki keahlian masing-masing. Sehingga masukan ide kreatif dari masing-masing ahli itu akan sangat membantu untuk menciptakan film yang baik. Biasanya seorang sutradara selalu didampingi penulis naskah pada saat proyek film akan dimulai. Selanjutnya bersama editor dan pe�ata musik pada proses akhir. Itulah sebabnya mengapa seorang sutradara harus bekerja mulai dari awal sampai akhir�

Dalam beberapa kondisi seorang sutradara kadang-kadang juga sebagai produser atau penulis naskah. Tapi umumnya seorang sutradara rada ogah menjadi kameraman. Karena sutradara harus lebih fokus pada pengaturan adegan. Masalah pengambilan gambar akan lebih baik dipercayakan kepada DOP (Director of Photography) yang bertanggung jawab pada kamera dan lighting. Karena pada dasarnya kameraman gak penting-penting amat memperhatikan penampilan actor. Mereka lebih fokus bagaimana menciptakan gambar-gambar yang bagus dan layak ditonton pemirsa.

Berbeda dengan sutradara film independent, maka biasanya sutradara akan merangkap beberapa jabatan didalam proyek film. Bisa saja dia sebagai produser, penulis naskah, kameraman, dan penyandang dana. Bahkan kadangkala dia pun bisa sebagai editor.

Ada dua cara kehidupan seorang sutradara dalam bekerja. Mereka bekerja sebagai sutradara lepas (freelance) yakni direkrut oleh berbagai produser atau perusahaan produksi film untuk menangani proyek film, atau mereka bekerja pada sebuah production house sebagai karyawan. Pilihan kedua biasanya lebih disukai karena pendapatan seorang sutradara akan lebih stabil. Tapi, pilihan mana pun yang dijalani, mentalitas sebagai seorang sutradara professional adalah hal yang utama.

"Yukkk,,,ngintip tragedi semanggi"

Korban tragedi semanggi I

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka. terjadi pada

Awal

Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa.


Deskripsi

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.

Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya. Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus KusnadiUniversitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi. (

Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.

Film dokumenter

  • Student Movement in Indonesia, produksi Jakarta Media Syndication, 1999 (Youtube)

Film dokumenter tentang gerakan mahasiswa Indonesia selama tahun 1998. Versi aslinya dengan narasi dan teks berbahasa Inggris. Diputar di bioskop-bioskop di Indonesia dengan judul Tragedi Jakarta 1998.

Film dokumenter berdurasi 28 menit ini bercerita tentang perjuangan orang tua korban Tragedi Trisakti (1998), Semanggi I (1998), dan II (1999) dalam upaya mereka meraih keadilan.

  • Indonesian Student Revolt. Don’t Follow Leaders, produksi Offstream, 2001

Film dokumenter tentang perjalanan gerakan mahasiswa Indonesia dari 1966-1998.


Kamis, 02 April 2009

sejarah film "n" bioskop di Indonesia

BULAN September 1926, Harian De Lecomotif menulis, "Inilah film yang merupakan tonggak pertama dalam industri sinema Hindia sendiri, patut disambut dengan penuh perhatian."

Film yang dimaksud oleh De Locomotif itu adalah "Loetoeng Kasaroeng". Sebuah film lokal Indonesia yang diproduksi oleh NV Java Film Company pada tahun 1926. Sebelumnya, pada bulan Agustus di tahun yang sama, De Locomotif juga telah menulis, "Pemain-pemain pribumi dipilih dengan seksama dari golongan priayi yang berpendidikan. Pengambilan film dilakukan di suatu tempat yang dipilih dengan cermat, kira-kira dua kilometer sebelah Barat Kota Padalarang."

Dan pada tanggal 31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927 untuk pertama kalinya "Loetoeng Kasaroeng", film lokal pertama yang menjadi tonggak industri sinema di Indonesia itu, diputar di Bioskop Majestic, Jalan Braga Bandung.

Bioskop Majestic, pada masanya dibangun sebagai bagian yang terpisahkan dari kawasan Jalan Braga. Sebuah kawasan belanja bergengsi bagi para Meneer Belanda pemilik perkebunan. Bioskop ini, didirikan untuk keperluan memuaskan hasrat para Meneer itu akan sarana hiburan di samping sarana perbelanjaan.

Bioskop itu didirikan pada awal dekade tahun ’20-an dan selesai tahun 1925 dengan arsitek Prof. Ir. Wolf Schoemaker. Seorang arsitek terkenal yang jejak karyanya di Kota Bandung masih berdiri dengan kukuh, sebutlah Gedung Asia-Afrika, Gedung PLN, Masjid Cipaganti, Preanger hingga Gereja Katedral di Jalan Merdeka.

Tentang suasana tontonan di bioskop Majestic pada sekira periode tahun 1920-an itu, pemutaran film didahului oleh promosi yang menggunakan kereta kuda sewaan. Kereta itu berkeliling kota membawa poster film dan membagikan selebaran. Ketika itu kedatangan kereta kuda itu sudah menjadi hiburan tersendiri, terutama bagi anak-anak.

Pemutaran film dimulai pukul 19.30 dan 21.00. Sebelum film diputar di pelataran bioskop Majestic sebuah orkes musik mini yang disewa pihak pengelola memainkan lagu-lagu gembira untuk menarik perhatian.

Menjelang film akan mulai diputar, orkes mini ini pindah ke dalam bioskop untuk berfungsi sebagai musik latar dari film yang dimainkan. Maklum saja pada pertengahan tahun 1920-an itu film masih meruapakan film bisu.

Pada masa itu, sopan santun dan etiket menonton sangat dijaga. Di bioskop majestic tempat duduk penonton terbagi dua, antara penonton laki-laki dan perempuan, deret kanan dan kiri.

Kegemilangan Oriental Bioskop terus bertahan hingga masa kemerdekaan. Namun memasuki periode 1980-an, kejayaan bioskop yang menjadi bagian dari sejarah kelahiran film Indonesia ini mulai terasa surut. Munculnya konsep yang ditawarkan oleh bioskop cineplex, di mana penonton bisa memilih film yang ingin ditontonannya, adalah salah satu sebabnya.